Goa Batu Babi menjadi saksi bisu kehidupan manusia purba di
Bumi Sarabakawa pada zaman pra-aksara silam. Lantas, apa saja bukti sejarahnya?
Bagaimana ciri fisik mereka? Berikut kami ungkap untuk pemirsa.
Inilah Goa Batu Babi yang terletak di Desa Lumbang,
Kecamatan Muara Uya. Goa ini merupakan situs cagar budaya pertama di Kalimantan
Selatan. Penetapan situs cagar budaya diberikan pasca ekskavasi Balai Arkeologi
Nasional dari tahun 1996 sampai dengan 1997 di teras Goa Batu Babi.
Ekskavasi pun dilakukan dengan kedalaman galian 120 meter
hingga 150 meter. Lalu, ditemukan sisa tulang belulang manusia purba, alat
serpih atau perkakas sederhana hasil kebudayaan manusia purba, serta kjokken
moddinger atau sisa tumpukan sampah dapur, yakni berbagai jenis cangkang
moluska dan sisa fauna.
Hasil ekskavasi pada saat itu disimpan di Balai Arkeologi
Banjarmasin. Untuk kjokken moddinger sendiri, sebagian dapat kita lihat di
teras Goa Batu Babi, berupa cangkang siput dan kerang jenis Tiaridai.
Tim ahli cagar budaya Banjarmasin, Mursalin, yang datang ke
Goa Batu Babi pada 2 Mei 2023, memaparkan, berdasarkan beragam temuan dan jejak
kebudayaan ini, maka dipastikan manusia purba yang pernah tinggal di Goa Batu
Babi hidup pada zaman Mesolitikum atau zaman Batu Tengah, atau bisa juga
disebut zaman pra-aksara. Pasalnya, di dalam goa tidak ditemukan bukti sejarah
tulisan, seperti cap tangan atau lukisan.
Adapun manusia purba yang hidup pada zaman Mesolitikum,
yaitu Homo sapiens ras Austro-Melanesoid, dengan ciri fisik berbadan besar,
kulit hitam, dan rambut kering, seperti orang Timur Indonesia dan suku Aborigin
di Australia.
Ras Austro-Melanesoid hidup nomaden atau berpindah-pindah,
tergantung ketersediaan bahan makanan di wilayah yang mereka tempati.
Berbeda dengan manusia purba yang hidup pada zaman Batu
Baru, yaitu zaman Neolitikum dan Megalitikum. Manusia purba zaman tersebut
sudah mengenal tempat tinggal tetap dan perkampungan, serta mengenal religi
atau kepercayaan terhadap arwah nenek moyang, roh makhlus halus, dan
benda-benda.
Manusia purba yang hidup pada zaman batu baru adalah Homo
sapiens, ras Austronesia atau Mongoloid, atau lebih dikenal sebagai ras Melayu
Lama. Ras Melayu Lama inilah yang konon katanya menjadi cikal bakal peradaban
manusia di Kalimantan Selatan, dengan ciri fisik berkulit kuning, tinggi badan
sedang, serta hidung tidak terlalu mancung dan tidak terlalu pesek.
Mursalin menjelaskan bahwa Goa Batu Babi disebut situs cagar
budaya karena memenuhi syarat mengandung benda cagar budaya, yakni tulang dan
kjökkenmöddinger, serta struktur cagar budaya berupa goa, sesuai
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Mursalin juga menuturkan bahwa situs cagar
budaya ini boleh dikembangkan selama memenuhi syarat perundang-undangan, yaitu
tidak mengubah atau mengembangkan bentuk fisik lebih dari 50 persen.
"Kalau dimanfaatkan untuk tempat wisata, wisata alam,
wisata sejarah, ya boleh-boleh saja. Lain halnya kalau misalnya tempat ini kita
jadikan kafe atau apa gitu, itu saya rasa sudah mengubah bentuknya 50% lebih.
Jadi, untuk instansi terkait, mohon diperhatikan syarat-syarat yang ada di UU
No. 11 Tahun 2010 terkait cagar budaya tersebut," kata Mursalin, tim ahli
cagar budaya Banjarmasin.
Juru pelihara Goa Batu Babi Fahrul Razi mengatakan, bahwa ia
bersama teman-temannya mengembangkan situs budaya ini dengan terus menambah
penerangan lampu, yang energinya bersumber dari genset. Penerangan ini untuk
mempermudah wisatawan menjelajah ke dalam goa. Mereka juga tidak mengenakan
tarif masuk tetap, hanya seikhlasnya dari wisatawan.
"Iya, ke dalam. Kalau keluar, ini ibaratnya biar kada
bepadah datang kesini kadapapa. Yang perlu disiapkan, itu kadada pang, kuncinya
asal hakun barigat haja bila handak masuk ke dalam," ujar Fahrul Razi,
Jupel Goa Batu Babi.
Sebagai informasi tambahan, beragam versi menyebutkan alasan
penamaan goa ini sebagai Goa Batu Babi, di antaranya karena konon dulu banyak
babi di dalam goa, atau untuk masuk ke dalam goa harus merangkak seperti babi,
serta ada juga yang mengatakan karena salah satu bahan membuat rantai babi atau
senjata zaman perang dulu ditemukan di Goa Batu Babi.
(Alfi Syahrin, TV Tabalong)