Oleh Abdi   Thursday, 11 May 2023
Goa Batu Babi, Saksi Bisu Kehidupan Manusia Purba
10689 Kali dilihat
Wisata

Goa Batu Babi menjadi saksi bisu kehidupan manusia purba di Bumi Sarabakawa pada zaman pra-aksara silam. Lantas, apa saja bukti sejarahnya? Bagaimana ciri fisik mereka? Berikut kami ungkap untuk pemirsa.

Inilah Goa Batu Babi yang terletak di Desa Lumbang, Kecamatan Muara Uya. Goa ini merupakan situs cagar budaya pertama di Kalimantan Selatan. Penetapan situs cagar budaya diberikan pasca ekskavasi Balai Arkeologi Nasional dari tahun 1996 sampai dengan 1997 di teras Goa Batu Babi.

Ekskavasi pun dilakukan dengan kedalaman galian 120 meter hingga 150 meter. Lalu, ditemukan sisa tulang belulang manusia purba, alat serpih atau perkakas sederhana hasil kebudayaan manusia purba, serta kjokken moddinger atau sisa tumpukan sampah dapur, yakni berbagai jenis cangkang moluska dan sisa fauna.

Hasil ekskavasi pada saat itu disimpan di Balai Arkeologi Banjarmasin. Untuk kjokken moddinger sendiri, sebagian dapat kita lihat di teras Goa Batu Babi, berupa cangkang siput dan kerang jenis Tiaridai.

Tim ahli cagar budaya Banjarmasin, Mursalin, yang datang ke Goa Batu Babi pada 2 Mei 2023, memaparkan, berdasarkan beragam temuan dan jejak kebudayaan ini, maka dipastikan manusia purba yang pernah tinggal di Goa Batu Babi hidup pada zaman Mesolitikum atau zaman Batu Tengah, atau bisa juga disebut zaman pra-aksara. Pasalnya, di dalam goa tidak ditemukan bukti sejarah tulisan, seperti cap tangan atau lukisan.

Adapun manusia purba yang hidup pada zaman Mesolitikum, yaitu Homo sapiens ras Austro-Melanesoid, dengan ciri fisik berbadan besar, kulit hitam, dan rambut kering, seperti orang Timur Indonesia dan suku Aborigin di Australia.

Ras Austro-Melanesoid hidup nomaden atau berpindah-pindah, tergantung ketersediaan bahan makanan di wilayah yang mereka tempati.

Berbeda dengan manusia purba yang hidup pada zaman Batu Baru, yaitu zaman Neolitikum dan Megalitikum. Manusia purba zaman tersebut sudah mengenal tempat tinggal tetap dan perkampungan, serta mengenal religi atau kepercayaan terhadap arwah nenek moyang, roh makhlus halus, dan benda-benda.

Manusia purba yang hidup pada zaman batu baru adalah Homo sapiens, ras Austronesia atau Mongoloid, atau lebih dikenal sebagai ras Melayu Lama. Ras Melayu Lama inilah yang konon katanya menjadi cikal bakal peradaban manusia di Kalimantan Selatan, dengan ciri fisik berkulit kuning, tinggi badan sedang, serta hidung tidak terlalu mancung dan tidak terlalu pesek.

Mursalin menjelaskan bahwa Goa Batu Babi disebut situs cagar budaya karena memenuhi syarat mengandung benda cagar budaya, yakni tulang dan kjökkenmöddinger, serta struktur cagar budaya berupa goa, sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Mursalin juga menuturkan bahwa situs cagar budaya ini boleh dikembangkan selama memenuhi syarat perundang-undangan, yaitu tidak mengubah atau mengembangkan bentuk fisik lebih dari 50 persen.

"Kalau dimanfaatkan untuk tempat wisata, wisata alam, wisata sejarah, ya boleh-boleh saja. Lain halnya kalau misalnya tempat ini kita jadikan kafe atau apa gitu, itu saya rasa sudah mengubah bentuknya 50% lebih. Jadi, untuk instansi terkait, mohon diperhatikan syarat-syarat yang ada di UU No. 11 Tahun 2010 terkait cagar budaya tersebut," kata Mursalin, tim ahli cagar budaya Banjarmasin.

Juru pelihara Goa Batu Babi Fahrul Razi mengatakan, bahwa ia bersama teman-temannya mengembangkan situs budaya ini dengan terus menambah penerangan lampu, yang energinya bersumber dari genset. Penerangan ini untuk mempermudah wisatawan menjelajah ke dalam goa. Mereka juga tidak mengenakan tarif masuk tetap, hanya seikhlasnya dari wisatawan.

"Iya, ke dalam. Kalau keluar, ini ibaratnya biar kada bepadah datang kesini kadapapa. Yang perlu disiapkan, itu kadada pang, kuncinya asal hakun barigat haja bila handak masuk ke dalam," ujar Fahrul Razi, Jupel Goa Batu Babi.

Sebagai informasi tambahan, beragam versi menyebutkan alasan penamaan goa ini sebagai Goa Batu Babi, di antaranya karena konon dulu banyak babi di dalam goa, atau untuk masuk ke dalam goa harus merangkak seperti babi, serta ada juga yang mengatakan karena salah satu bahan membuat rantai babi atau senjata zaman perang dulu ditemukan di Goa Batu Babi.

(Alfi Syahrin, TV Tabalong)